Notification

×

Iklan

Iklan

Perkuat Jaminan Perlindungan Korban Kecelakaan, Jasa Raharja dan Korlantas Polri Gelar Diskusi di UGM

Rabu, 12 Februari 2025 | Februari 12, 2025 WIB Last Updated 2025-02-12T14:23:01Z
Kilas Java , Yogyakarta – PT Jasa Raharja bersama Korlantas Polri dan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar diskusi bertajuk "Implementasi Program Jaminan Perlindungan Dasar Korban Kecelakaan Penumpang Umum dan Lalu Lintas Jalan dalam Ruang Lingkup Undang-Undang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan". 

Acara ini dihadiri oleh perwakilan Korlantas Polri, Kementerian Keuangan, serta para akademisi untuk membahas penguatan perlindungan bagi korban kecelakaan lalu lintas.  

Diskusi dipimpin langsung oleh Direktur Utama PT Jasa Raharja, Rivan A. Purwantono, serta dihadiri oleh Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Jasa Raharja, Harwan Muldidarmawan. Dalam pembahasannya, para narasumber menekankan pentingnya sistem perlindungan yang lebih luas, adil, dan berkelanjutan.  

Dalam pemaparannya, Rivan menyoroti bahwa kecelakaan lalu lintas tidak hanya menjadi permasalahan individu, tetapi juga berdampak pada perekonomian nasional.  

"Kecelakaan lalu lintas berkontribusi terhadap penurunan 2,9—3,1% Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan Perpres 1/2022 tentang Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK). Oleh karena itu, sistem perlindungan harus terus diperkuat agar manfaatnya optimal bagi masyarakat," ujar Rivan.  

Berdasarkan data Jasa Raharja, sepanjang tahun 2023 terjadi 27.000 kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, sementara pada tahun 2024 jumlah kecelakaan lalu lintas mencapai 150.906 kasus dengan 24.000 korban meninggal dunia.  

Rivan juga menegaskan perlunya perluasan perlindungan, tidak hanya mencakup cedera tubuh (bodily injury), tetapi juga kerugian material (property damage).  

"Sebagai bagian dari holding perasuransian BPUI, peran Jasa Raharja sebagai asuransi sosial perlu ditegaskan. PP 20/2020 tidak menyebutkan aspek ini, sehingga OJK menetapkan Jasa Raharja sebagai asuransi umum. Padahal, dalam UU 22/2009, perlindungan dasar terhadap korban kecelakaan sangat penting, termasuk tanggung jawab pihak ketiga (TPL)," tambahnya.  

Dari sisi kebijakan fiskal, Ronald Jusuf, Analis Kebijakan Ahli Madya dari Pusat Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, menekankan perlunya harmonisasi regulasi antara UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta regulasi lainnya.  

"Jasa Raharja merupakan model asuransi sosial berbasis risk pooling, di mana masyarakat bergotong royong dalam menanggung risiko kecelakaan. Ini berbeda dengan asuransi umum yang berbasis risk transfer. Oleh karena itu, regulasi harus bisa mengakomodasi perlindungan optimal bagi masyarakat," jelas Ronald.  

Dari perspektif penegakan hukum, Brigjen Pol. Dr. Bakharuddin Muhammad Syah, S.I.K., M.Si., selaku Direktur Keamanan dan Keselamatan (Dirkamsel) Korlantas Polri, menyoroti pentingnya revisi UU LLAJ, yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.  

"Setiap tahun, UU LLAJ selalu menjadi topik revisi oleh DPR maupun Kementerian Perhubungan. Salah satu aspek yang perlu dibahas adalah asuransi bagi pengemudi transportasi online. Mereka memiliki pendapatan tinggi tetapi belum memberikan kontribusi perlindungan kepada negara dan masyarakat," ujar Bakharuddin.  

Selain dari pihak pemerintah dan penegak hukum, akademisi UGM juga memberikan pandangan kritis terkait aspek hukum dan regulasi jaminan perlindungan kecelakaan.  

Prof. Dr. Nurhasan Ismail, M.Si., menekankan perlunya perbedaan yang jelas antara asuransi wajib dan asuransi sosial dalam regulasi yang akan datang.  

"Asuransi sosial adalah program negara yang bersifat wajib untuk menjamin kesejahteraan masyarakat. Jika program asuransi wajib ini memang menjadi kebutuhan nasional, maka harus ditegaskan dalam UU LLAJ agar tidak menimbulkan interpretasi yang membingungkan di kemudian hari," tutur Prof. Nurhasan.  

Sementara itu, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum.,  menyoroti pentingnya perluasan tanggung jawab terhadap kecelakaan lalu lintas, tidak hanya kepada pengemudi tetapi juga kepada pihak yang memiliki keterkaitan langsung, seperti perusahaan angkutan umum dan operator transportasi daring.  

Diskusi ini diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi konkret bagi penguatan sistem jaminan perlindungan bagi korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia. 

Dengan sinergi antara pemerintah, akademisi, dan praktisi, regulasi ke depan diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih luas bagi masyarakat, khususnya dalam menghadapi risiko kecelakaan di jalan raya. 
TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update